Selasa, 19 November 2013

Teh Poci dan Kamar Kecil

Aku tuangkan teh. Sajakmu kurendam.
Merembes ke dalam cangkir menjadi abu
di tangan sepi. Di kamarmu engkau menggonggong.
Kamar yang melapisi sejarah binal, antara dirimu
dan sekelompok pilihan kata.
Disini telah terjadi perseturuan. Aku sembunyi
ke kamar kecil. Mengetuk kamarmu yang abu-abu.
Sjakmu telah jadi gula pasir dalam cangkir.
Aku menyeduh teh. barankali kutemukan
sejarah yang terusir.
Amat manis gula pasir sajakmu. Lidah amat ngilu
mengecap langit lindap. Ini cuaca turun dari keningku.
Tiang-tiang hujan diberdirikan. Tempurungku dikebalkan
alamat tafsir para pencari rahim dari hutan belukar.
Dan di kamar kecil kamarmu masih abu-abu.
Seteruku berkobar sampai di wastafel.
Keringatku remuk sebesar biji timun. Kran sengaja
kuputar deras, dan aku berenang dalam cangkir.
Gaya punggung, kupu-kupu, serta tengkurap aku coba.
Terakhir aku menggonggong sendirian seperti angjing
di kamar kecil ini, sambil memoles dinding dengan
cat abu-abu.

Bode Riswandi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar